Life is the struggle

The struggle needs the sacrifice of the body, the soul, and everything to actualize the hope, the dream, and the love.
Hidup ini Sebuah Perjuangan.
Perjuangan Perlu Pengorbanan atas Jiwa, Raga, dan Segala Kepunyaan demi Terwujudnya Harapan, Impian, Cita-cita, dan Cinta.

Putaran Kehidupan (Rotation of Life)

Life in the World rightly rotates and Walks; it is certainty.
Kehidupan Dunia Berputar dan Berjalan; ialah Keniscayaan

Jembatan Kehidupan (The Bridge of the World)
Ikhsan Falihi pada Sebuah Jembatan

Andai Jembatan ini adalah Penghubung Tujuan. Niscaya Lautan Luas Ini Adalah KEILMUAN. Ijinkan Kuberpijak dan Kumelalui Jembatan Keilmuan tuk Meraih Keselamatan dan Keberhasilan.

IKHSAN Falihi di Pinggir Laut.
(IKHSAN Falihi On The Seaside)

Andai Lautan Itu Luasnya Rinduku, Maka Bentangan Rindu Tiada Surut. Begitu pun Jua Kalian Puas Melarungkan Berjuta IMPIAN.

Penangkal Covid-19

Makanan Penambah Kekebalan Tubuh untuk Menangkal Covid-19

Wednesday, July 20, 2011

Sprinkling in Silence 4 (Percikan Dalam Kesunyian 4) : Inclined Food Stall on the Riverside 1 (Warung Doyong Pinggir Kali 2)



Apa kabar adik-adik?  Kali ini aku menghiburmu dengan sebuah kisah nyata yang kuambil dari perjalanan kehidupan anak manusia yang penulis saksikan langsung. Simak judul dan ceritanya dengan baik-baik yaa.
Warung Doyong Pinggir Kali
                                                             Serial Kisah Sunyi
Percikan dalam Kesunyian
Seri 1 
Written and Arranged By Ikhsan, M.Pd.


Warung Doyong Pinggir Kali
Seri 1
           "Thok, thok, thok...!!!" rasanya genggaman jari itu amat sangat kuat-kuat ia pukulkan pada pintu gubuk reyot itu. "Masuklah!" jawab sang penghuni. Sang penghuni  serta merta
bangun dari terlentangnya. Dialah si Lencir yang akrab bersahabat dengan Pak Pehih.
Dengan tergopoh-gopoh pak Pehih menyambut kedatangan si Lencir, bagai sang raja agung dengan mahkota kebesarannya si lencir menikmati sambutan si empunya rumah. di atas alas koran setengah basah setengah kering tamu itu didudukkan, iapun menyandarkan di dinding reyot yang menjadi pembatas antara sungai dan daratan, dinding yang menjadi batas antara rebahan tubuhnya kala kelelahan menghampirinya dengan warung kecil milik tetangganya yang masih familinya.
Rimbunan dedaunan yang menjulurkan lidahnya di lobang-lobang dinding kayu bekas dan atap plafon yang bolong itu menhadirkan oksigen dan mengusik karbondioksida sehingga segarnya udara siang itu benar-benar menghidupkan adanya dua insan yang sekian lama tak jumpa,
         "Makanlah, makanlah roti ini, roti ini dari malang cir Lencir, aku baru saja hadir di pesta perkawinan dan dari kawi malang, ayolah makanlah...!! pinta pak pehih kepada lencir. "l l l  iya ya yaa..., udah lama aku gak makan roti ini. aiih enak banget rasanya. bentuknya mirip roda mobil dengan hiasan pancawarna, amboi indahnya. weeh weh enaknya, koq dapat roti istimewa gini pehih, mahal loh roti ini!!!" cerocos lencir sambil menjejal-jejalkan rotinya ke lingkar mulutnya.
Memang roti yang lencir makan bukan sembarang roti karena ini memang roti spesial dari kawi malang, Pak Pehih makin getol menyodorkan roti-rotinya meski dia sendiri juga belum memakannya, bundaran roti itu krowak makin lebar sekali kecap di lempengan lidah lencir. yaah indah betul roti itu bundar betul roti itu sebundar roda roda kehidupannya yang makin lama makin cuwil digerogoti badai derita kehidupannya.
               Kesamaan nasib antara lencir dan pak Pehih nampak mewarnai sua tawanya disaat limpahan harta dari setiap penumpang kendaraan yang melintas detik demi detik di balik dinding reyot itu meski kelelahan dan kepedihan hidup pak Pehih benar-benar terlukis di keriput wajahnya-terselempang di simbol-simbol baliho kehidupan. Kulihat ia capek letih. Kadang pak Pehih membengkok-bengkokkan pinggangnya kadang melurus-luruskan punggung, entah apalah yang ia rasakan di balik tawanya.Mungkin ia kesakitan yang lebih mendalam karena bertahun lamanya ia baringkan sebujur tubuhnya di terjalan kerikil lantai pinggir kali itu. Kathok cekak kumal dengan warna kusam melilit bokongnya dengan postur tubuh kurus kering telah mengabarkan pada setiap dua mata yang memandangnya akan derita di atas derita.
              "Dhogk dhogk dhakg glodhagk dhak....!""suara parau angin menghembus kuat ranting-ranting pohon yang menaungi gubuk reyot itu hingga menyingkap beberapa dinding. Radiasi matahari yang tergelincir pun menyerang biduk perbincangannya. Meski kehampaan di warung doyong pinggir kali makin menjadi-jadi, pertemuan dua anak manusia itu tetap gayeng. Entah sampai kapan warung doyong pinggir kali itu menyapa setiap pembelinya. apakah sampai kiamat ataukah hanya seumur jagung? wallahu a'lam. yang jelas pak Pehih  tetap setia dan ajeg menyandarkan pipi keriput dan tulang-tulang punggungnya di dinding doyong pemisah gubuk pak Pehih dengan warung doyong. Wonk Mbah Emah tua bangka masih sanggup memasok pisang goreng, ote-ote, tahu isi, dan telo goreng di warung doyong itu.
    
(bersambung.....................)
Nantikan seri berikutnya………….


Lokasi Cerita di Tepi Sungai Simowau v Karangpilang
Simowau (Tepi Sungai Karangpilang), Sepanjang, Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia
5 Juli 2011
Disusun dan Ditulis oleh Ikhsan, S.Pd.,M.Pd.


All the titles can be read in this link (Click on here)
Daftar semua judul dapat di baca di link sini ( Klik di sini)