Life is the struggle

The struggle needs the sacrifice of the body, the soul, and everything to actualize the hope, the dream, and the love.
Hidup ini Sebuah Perjuangan.
Perjuangan Perlu Pengorbanan atas Jiwa, Raga, dan Segala Kepunyaan demi Terwujudnya Harapan, Impian, Cita-cita, dan Cinta.

Putaran Kehidupan (Rotation of Life)

Life in the World rightly rotates and Walks; it is certainty.
Kehidupan Dunia Berputar dan Berjalan; ialah Keniscayaan

Jembatan Kehidupan (The Bridge of the World)
Ikhsan Falihi pada Sebuah Jembatan

Andai Jembatan ini adalah Penghubung Tujuan. Niscaya Lautan Luas Ini Adalah KEILMUAN. Ijinkan Kuberpijak dan Kumelalui Jembatan Keilmuan tuk Meraih Keselamatan dan Keberhasilan.

IKHSAN Falihi di Pinggir Laut.
(IKHSAN Falihi On The Seaside)

Andai Lautan Itu Luasnya Rinduku, Maka Bentangan Rindu Tiada Surut. Begitu pun Jua Kalian Puas Melarungkan Berjuta IMPIAN.

Penangkal Covid-19

Makanan Penambah Kekebalan Tubuh untuk Menangkal Covid-19

Showing posts with label Kisah Sunyi. Show all posts
Showing posts with label Kisah Sunyi. Show all posts

Thursday, March 30, 2023

Sprinkling in Silence 30 (Percikan dalam Kesunyian 30); Tatapan Banaspati di Pagar Pembatas Kuburan

 [4/3 17.18] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


KISAH PELATIHAN SUPRANATURAL

PADA HARI MINGGU 26 FEBRUARI 2023

Ditulis oleh ikhsan

(Ikhsan Falihi, Penyair Pinggir Kali)


KISAH 2

Part of preliminary


TATAPAN BANASPATI DI PAGAR PEMBATAS KUBURAN


Telah berlalu waktu itu MINGGU 8 JANUARI 2023 saya membimbing murid supranatural dengan cara meditasi di kuburan yang paling terkenal paling sakti di puncak pegunungan Jombang.


[4/3 17.19] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Kegelapan malam mulai datang. Sebuah lampu yang sedikit redup di dalam kuburan itu menyinari. Baru pukul 19.30 WIB suasana sunyi terlalu merinding menyelimuti. Semakin curiga naluri ini.

Tak seorang pun yang ada di situ, hanya saya dan seorang muridku. Kami berdua yang meditasi di situ, namun suasana itu tidak seperti biasanya. Saya tahu perasaan murid merinding dan agak takut, tetapi aku mencoba pura-pura tidak tahu. Kuburan tua yang begitu jauh dari tempat pemukiman penduduk tepatnya di puncak pegunungan di tengah hutan itu membuat bulu kudukku merinding juga pada permulaan malam itu,


[4/3 17.21] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


tapi saya tidak menyangka dan tidak menduga apapun. Mungkin ini karena pengaruh energi yang terlalu tinggi. Jarang diziarahi.

Maklumlah, semua orang di sekitarnya bahkan pakar paranormal pun mengenal tempat itu adalah tempat yang sangat kuat daya magis dan sangat tinggi energinya karena yang dikubur di situ adalah pertapa sakti pilih tanding, orang yang sangat hebat ilmu kesaktian kejawennya yang sudah mencapai tingkatan tertinggi.


[4/3 17.22] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


"Tidak seperti biasanya. Kenapa bulu kuduk ini merinding begini, masih sore begini, pada permulaan malam ini, tapi sayang sekali aku tidak punya ilmu terawangan untuk membuka alam lain bangsa lelembut di sekitar kuburan ini.

Makhluk lelembut macam mana pula penunggu sekitar sini? Siapakah yang datang mengetuk ruang gaib ini?

Hanya ketajaman batin dan kepekaan perasaan saja yang menandai prindang-prinding. Terlalu lucu bila aku sebagai guru supranatural ilmu kejawen tingkatan tinggi apalagi sejak tahun 1993 hingga 2023 saya rajin tirakat, rajin puasa mutih, puasa ngrowot, kok tiba-tiba takut dengan suasana yang mencekam dan penuh merinding." begitulah gejolak perasaan saya.


[4/3 17.24] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Aku mencoba menghilangkan perasaan sebegitu itu lalu membakar cendana, gaharu, dan dupa, kubuka kembang raja atau kembang prabu wangi yang terbungkus daun pisang dilapisi kertas koran. Tak lupa jua minyak wangi kuoleskan.


[4/3 17.25] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Pada masa lalu guru supranatural dan guru pertapa sakti yang sudah mengajariku pernah berpesan,"Tak pantas bagi seorang digdaya yang memegang ilmu kesaktian kejawen aliran Majapahit mudah takut, mudah goyah, dan mudah menyerah. Hadapilah segala tantangan kehidupan. Habisilah segala rintangan. Buanglah segala hambatan. Hindarilah dan selamatkan diri dari segala ancaman." Begitulah selintas angan ketika dupa yang menyala sedang kugenggam erat.


[4/3 17.28] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Bangkitlah jiwa raga ini untuk melanjutkan meditasi. Ketika meditasi dalam keadaan asap dupa mengepul dibarengi sedikit rintik air langit turun mengetuk-ngetuk atap yang menaungi kuburan terdengar memecah kesunyian.

"Cethag cethog dhoagg, klothag," rintik hujan menendang-nendang atap kuburan.

"Sreeeag asag asag krasaaaghh…" rerimbunan daun saling menggesek-gesek satu sama lain sesekali rantingnya memukul atap kuburan di tengah angin semilir.


[4/3 17.32] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Kuburan di puncak pegunungan di tengah hutan ini tak selazimnya, memancarkan aura malam yang amat berbeda daripada siang hari yang selama ini aku ziarahi. Aura hangat nan mencekam dalam kesunyian malam di tengah rintik hujan masih sempat mencucurkan keringat dari dada. Rasanya rintik air dari langit dan dingin malam tak jua meniadakan aura hangat nan mencekam.


[4/3 17.36] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Masih terasa merinding, prindang-prinding. Tiba-tiba di tengah meditasi cahaya terang kemerah-merahan bercampur kuning dengan kuat menyorot wajahku dari arah utara (arah kiri wajah). Secepat kilat aku menoleh. "Aduuuh, ooooohhh…,. , aku takuuuut.....", jeritan batin meski tak terdengar murid yang sedang meditasi. Lelaki tua tampak kuat bertubuh dhempal besar nan hitam duduk di pagar berwajah membara nyala api, seluruh rambut kepalanya berupa api menyala merah berlidah api menguning, kekar dan berotot duduk di pagar sebelah kiriku. Matanya melotot tajam mengeluarkan nyala api menatap garang padaku. Ia datang menjelma pada waktunya.

Terperanjat daku dari meditasi.


[4/3 17.39] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Seketika itu pula aku teringat wejangan guru supranatural pada masa silam.

"Bila engkau muridku berjumpa makhluk seperti manusia berkepala api, giginya menyala api, rambutnya berupa nyala api di tengah hutan di lokasi kuburan, maka janganlah engkau lari, sia-sialah larimu. Percuma berlari kencang. Ia bisa menyemburkan api dari jarak jauh. Makhluk itu dikenal dengan sebutan BANASPATI. Ia bisa membuat manusia pingsan mendadak bahkan sampai meninggal dunia sekalipun pertapa sakti, tapi hadapilah dengan dua mantra kesaktian aliran islam campuran kejawen yang kuajarkan yang pernah engkau tirakati puasa polo pendhem sebanyak 7 kali dan puasa mutih dengan 7 kali melekan."


[4/3 17.42] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Secepat kilat aku membaca dua mantra itu. Tiba-tiba rambut api yang menjilat-jilat padam seketika. Berubahlah rambut itu menjadi hitam kelam. Tak lama kemudian sosok makhluk itu berubah menjadi tengkorak hidup kemudian terbang lalu melompat keluar pagar pembatas kuburan hingga menghilang di dalam kegelapan malam. Perasaan prindang-prinding pun sirna seketika.

Bulu kudukku mulai rileks.

Aku pun mulai tenang dan melanjutkan ritual, meditasi, dan sedikit menghirup energi alami puncak pegunungan tersebut. Tiba-tiba hujan pun mulai deras tapi sangat sekejap. Angin pun menyapu dedaunan dan atap kuburan teramat cepat.


[4/3 17.45] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Setelah meditasi, saya mengajak murid keluar dari area kuburan tersebut dan menutup pintu pagar kuburan.

Tapi ingatan terhadap jelmaan BANASPATI tak terlupakan.

Japamantra pelindung diri dari Banaspati kusenandungkan selama perjalanan meninggalkan kuburan.


[4/3 17.48] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Pelan-pelan langkah kami berdua. Aku pun teringat masa lalu tentang wejangan guru,"Kelak suatu ketika engkau dijumpai sosok makhluk BANASPATI di kuburan di tengah hutan pegunungan. Setelah itu muncullah kejadian dupa yang sedang nyala lalu nyala tersebut berganti asap mengepul. Di tengah kepulan asap tiba-tiba api menyala terang muncul sendiri dari asap itu, engkau janganlah kaget, janganlah terkejut. Sejatinya Banaspati itu sengaja menyalakan dupa dari rambutnya dan semburannya. Di tempat itu masih sangat gaib dan penuh misteri. Bertahanlah untuk meditasi agar meraih tingkatan tertinggi."


Tempat ini adalah tempat peristirahatan terakhir seorang pertapa sakti yang memiliki ilmu kesaktian tingkatan tertinggi. Tidak heran, penjaganya adalah sosok Banaspati yang memiliki kesaktian gaib yang tertinggi.

Tidak banyak manusia mengerti misteri gaib di pekuburan ini.



~ B E R S A M B U N G ~


Bersambung ke Kisah 3

KISAH PELATIHAN SUPRANATURAL

PADA HARI MINGGU 26 FEBRUARI 2023

KISAH 3

Part of substance

KOBARAN API DARI KEPULAN ASAP





=============================

KOSAKATA

=============================

Beberapa Istilah:

Dhempal = badan yang besar, gemuk, dan berotot.

Dibarengi = dibersamai

=============================


KISAH PELATIHAN SUPRANATURAL

PADA HARI MINGGU 26 FEBRUARI 2023

TATAPAN BANASPATI DI PAGAR PEMBATAS KUBURAN

Karya Ikhsan, S.Pd., M.Pd.

(Ikhsan Falihi, Penyair Pinggir Kali)

Diambil dari kumpulan KISAH SUNYI.


TATAPAN BANASPATI DI PAGAR PEMBATAS KUBURAN

Ditulis di Perbatasan Surabaya dan Sidoarjo pada hari Senin, 27 Februari 2023.

Peristiwa terjadi pada hari MINGGU, 26 FEBRUARI 2023.

Lokasi: di puncak pegunungan Jombang.

Diambil dari kisah kehidupan dua anak manusia yang melakukan pelatihan paranormal supranatural di puncak Pegunungan Jombang.


Pertama kali dipublikasikan di status Whatsapp pada hari Sabtu, 4 Maret 2023 pukul 17.18 WIB.

Dipublikasikan pertama kali di Blogger Ikhsan Falihi http://ikhsanfalihi.blogspot.com

pada hari Kamis, 30 Maret 2023 pukul 18.42 WIB malam hari.


Penulis cerpen ini lulusan S1 (Sarjana) Pendidikan Matematika tahun 2000 dan lulusan S2 (Magister) Pendidikan Matematika tahun 2006


Penulis cerpen ini masih aktif menjadi pengajar matematika, instruktur matematika, paranormal supranatural, cerpenis dan penyair di tahun 2023.

Tuesday, March 28, 2023

Sprinkling in Silence 29 (Percikan dalam Kesunyian 29); Tanpa Japamantra Pawang Hujan

 


[27/2 20.42] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


KISAH PELATIHAN SUPRANATURAL

PADA HARI MINGGU 26 FEBRUARI 2023

Ditulis oleh ikhsan

(Ikhsan Falihi Penyair Pinggir Kali)


KISAH 1


TANPA JAPAMANTRA PAWANG HUJAN



"Aku tadi malam tidak melakukan ritual dan meditasi rapalan ilmu kesaktian aliran kejawen japamantra pawang hujan. Sungguh tidak kulakukan hal itu sama sekali. Sekarang kita coba, bagaimana keadaannya bila pada pelatihan tidak merapalkan ilmu kesaktian aliran kejawen japamantra pawang hujan. 


[27/2 20.44] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Tak berselang lama dari obrolan tersebut hujan mengguyur dengan deras. Terpaksa kami berhenti di teras rumah seseorang untuk memakai jas hujan. Kejadian tersebut tidak hanya sampai di situ. Di tengah perjalanan berikutnya diguyur hujan lagi. Kendaraan yang kami tumpangi melaju terus.


Sampailah di puncak pegunungan Jombang. 


Tiada satupun kendaraan nampak di parkir atas maupun parkir bawah.


Keadaannya sangat lengang.

Hari itu masih pagi.

Sang raja siang mulai membangunkan diri dari peraduan, tapi apa hendak dikata sorotan sinarnya tak mampu menembus daun rimbun yang ditumpangi oleh burung-burung kicau ramai cengkerama.


Udara segar pagi bercampur dingin masih terasa banget.


Kami harus berwudlu terlebih dahulu untuk berdoa di kuburan pertama, dilanjutkan ke kuburan terpencil yang paling ujung yang paling puncak.


Saya selaku guru supranatural yang mengajarkan ilmu kesaktian aliran kejawen aliran Majapahit memberikan wejangan kepada murid,"Sekarang anda tahu sendiri, kan? Selama ini pelatihan kita sudah 9 kali tidak pernah diguyur hujan baik selama keberangkatan, di dalam pelatihan, maupun selama kepulangan, tapi kali ini kita benar-benar terserang hujan."

"Beberapa kali pelatihan supranatural sudah kita lalui di musim hujan dengan cuaca yang sangat ekstrim, tapi tidak pernah kehujanan. Apakah anda masih belum percaya dengan kekuatan ilmu kesaktian supranatural pawang hujan?"


Murid yang bersila di samping tampak termenung. Diam membeku. Keningnya berkerut-kerut membayangkan keadaan cuaca saat pelatihan beberapa kali yang sudqh terjadi.


[27/2 20.46] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


"Nah, anda menyaksikan sendiri. Tahu kan. Betapa hebatnya ilmu kesaktian kadigdayaan aliran kejawen japamantra pawang hujan yang saya gunakan."


Begitu pula di dalam sebuah perdagangan kalau anda hanya mengandalkan manajemen, maka dagangan tidak akan bisa laris. Anda perlukan doa, meditasi,  dan ilmu kesaktian pelaris dagangan karena di dalam perdagangan banyak pedagang saling bersaing dan saling berebut yang menggunakan multi variabel termasuk diantaranya kekuatan ilmu pelarisan. Anda harus tahu bahwa di dalam perdagangan itu berlaku kaidah sebuah koin. Ia terdiri dari dua sisi.


[27/2 20.49] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Satu sisi pada koin (uang logam) tersebut adalah berupa kekuatan supranatural, doa, dan meditasi. Dan satu sisi yang lainnya pada koin tersebut adalah berupa manajemen bisnis, finansial bisnis, promosi, dan iklan."


Murid berkata,"Ya, benar. Sekarang saya melihat sendiri kenyataan kejadian ini. Kita benar-benar diserang hujan bila tidak menggunakan ilmu kesaktian aliran kejawen japamantra pawang hujan."


Pelatihan supranatural di puncak pegunungan Jombang kami langsungkan.

Pohon tinggi besar menjulang dan kuburan tua yang membujur sekian abad menjadi saksi pelatihan.

Desir angin membelenggu imajinasi dan membuka alam mistis di bawah redup langit yang membentang di puncak pegunungan Jombang.


Raja siang sedari pagi memancarkan radiasi kini berganti mengurung diri di balik bongkahan awan.

Meski siang hari tapi suasana seperti malam hari. Sunyi sepi dari pengunjung.

Maklumlah ini bukan hari liburan. Pantas aja tiada orang datang kemari.


Sudah lebih dari satu jam meditasi mencapai titik terakhir.

Gumpalan asap dupa bergulung-gulung ditembus angin lalu.

Menebal putih mewangi berputar-putar di atas pusara tua.

Hingga nampak pecahlah gumpalan asap tersebut.


Pecahan gumpalan asap dupa itu dengan sekejap hilang bagai ditelan rekahan alam gaib. Kembali sunyi menghampiri.


Pelatihan supranatural di puncak pegunungan Jombang selesai. 


Kami menutup pintu kuburan terpencil di paling puncak di paling ujung.

"Kriiittt, kriieaaaatt….!!!" derit pintu pagar kuburan yang terbuat dari besi.


Aroma dupa membaur dengan daun-daun pepohonan besar dan rumput-rumputan masih tercium sampai di kejauhan. 


Derap langkah kami berdua semakin cepat meninggalkan kuburan tua.


Kami secepatnya bertolak menuju gunung Penanggungan tepatnya ke Petirtaan Jolotundo untuk pelatihan supranatural tingkat lanjutan. Di sinilah kawah candradimuka yang sebenarnya bagi murid untuk mendapatkan wejangan kadigdayaan dan rapalan japamantra aliran kejawen aliran Majapahit agar murid benar-benar sejajar, sederajat, dan sekuat dengan kesaktian punggawa istana Majapahit. Beberapa tahapan harus dilakukan secara berurutan; menjalani tahapan meditasi pendahuluan, tahapan naturalisasi, tahapan mandi suci di grojokan naga, dan tahapan meditasi inti, serta semadi kecil-kecil. Bagi pertapa sakti diteruskan semadi tingkat tinggi selama beberapa hari.


Di tengah perjalanan menuju gunung Penanggungan kami diguyur hujan sekali dengan derasnya di tengah hari yang sangat terik, bahkan sampai di Petirtaan Jolotundo pada tahapan Meditasi Pendahuluan di Gazebo hujan tak terelakkan.


Usai tahapan Meditasi Pendahuluan saya 

kembali mengulangi wejangan, "Anda lihat sendiri selama kita melakukan pelatihan supranatural di Petirtaan Jolotundo tidak pernah sekalipun hujan deras atau gerimis selama musim hujan ini, bahkan ketika mendung hitam tebal, awan hitam kelam pekat menyelimuti langit Petirtaan Jolotundo, sama sekali tidak turun hujan. Ingat-ingatlah sendiri selama pelatihan di sini dan rasakan suasana selama 9 kali pelatihan supranatural yang sudah kita alami."


[27/2 20.56] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Murid pun menjawab,"Ya, benar. Kita tidak pernah diserang hujan selama musim hujan selama pelatihan supranatural di Petirtaan Jolotundo, tapi kali ini kita benar-benar diterjang hujan. Rupanya ilmu kesaktian pawang hujan aliran kejawen sangat bermanfaat buat pelatihan supranatural kita selama ini."


[27/2 20.58] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Berikutnya saya merapalkan japamantra pembuka "Hong wilaheng……dan seterusnya, dilanjutkan ha na ca ra ka… dan seterusnya, diikuti nga thah ba ga ma nya ya ja dha pa la wa sa ta da ka ra ca na ha" sampai tiga kali. Beserta penjelasan arti japamantra tersebut, manfaat japamantra tersebut, serta filosofi kejawen japamantra tersebut."

 

Akhirnya, kami meneruskan ke Tahapan Naturalisasi dan Tahapan Mandi Suci meski gerimis belum reda sempurna.


[27/2 21.01] Ikhsan,penyair Pinggir X: Selesai Tahapan Naturalisasi dan Tahapan Mandi Suci di Grojogan Naga kolam Petirtaan Jolotundo, kami melanjutkan ke Tahapan Meditasi Inti di tempat terbuka di atas Grojogan Naga di atas kolam pemandian.

Pada saat memasuki Tahapan Meditasi Inti gerimis mulai datang lagi lebih deras dari gerimis sebelumnya, kami tidak membatalkan meditasi inti. Sudah menjadi komitmen apapun yang terjadi, meditasi ini tidak boleh berakhir hanya karena gerimis.


[27/2 21.15] Ikhsan,penyair Pinggir X: 


Langit petirtaan Jolotundo semakin gelap. Awan hitam nan tebal berdatangan dari berbagai arah.

Tujuh dupa yang sedang terbakar dengan asap mengepul yang masih separuh yang sudah dipakai di Tahapan Naturalisasi dan Tahapan Mandi Suci yang menancap di padupan atau perapian saya bawa ke atas lahan terbuka di atas Grojokan Naga. Keanehan mulai terjadi, tiba-tiba tujuh dupa padam seketika bersamaan nyalanya 15 dupa yang kubakar pada tahapan Meditasi Inti.



~ B E R S A M B U N G ~

Bersambung ke Kisah 2

KISAH PELATIHAN SUPRANATURAL

PADA HARI MINGGU 26 FEBRUARI 2023

KISAH 2

Part of preliminary

TATAPAN BANASPATI DI PAGAR PEMBATAS KUBURAN



=============================

KOSAKATA

=============================

Beberapa Istilah:

……..

=============================


KISAH PELATIHAN SUPRANATURAL

PADA HARI MINGGU 26 FEBRUARI 2023

Ditulis oleh ikhsan

(Ikhsan Falihi, Penyair Pinggir Kali)


TANPA JAPAMANTRA PAWANG HUJAN

Karya Ikhsan, S.Pd., M.Pd.

(Ikhsan Falihi, Penyair Pinggir Kali)

Diambil dari kumpulan KISAH SUNYI.


TANPA JAPAMANTRA PAWANG HUJAN

Ditulis di Perbatasan Surabaya dan Sidoarjo pada hari Senin,27 Februari 2023.

Peristiwa terjadi pada hari MINGGU, 26 FEBRUARI 2023.

Lokasi: di puncak pegunungan Jombang.

Diambil dari kisah kehidupan dua anak manusia yang melakukan pelatihan paranormal supranatural di puncak Pegunungan Jombang.


Pertama kali dipublikasikan di status Whatsapp pada hari Senin, 27 Februari 2023 pukul 20.42 WIB.

Dipublikasikan pertama kali di Blogger Ikhsan Falihi http://ikhsanfalihi.blogspot.com

pada hari Selasa, 28 Maret 2023 pukul 07.04 WIB pagi hari.


Penulis cerpen ini lulusan S1 (Sarjana) Pendidikan Matematika tahun 2000 dan lulusan S2 (Magister) Pendidikan Matematika tahun 2006


Penulis cerpen ini masih aktif menjadi pengajar matematika, instruktur matematika, paranormal supranatural, cerpenis dan penyair di tahun 2023.

Saturday, August 27, 2022

Sprinkling in Silence 28 (Percikan dalam Kesunyian 28); Dapat Lisit, Kang Dirjo Senyum-Senyum

 


 Short Story

Cerpen


DAPET LISIT, KANG DIRJO SENYUM-SENYUM.

 Gubahan Ikhsan

(Ikhsan Falihi, Penyair Pinggir Kali)


(Hasil Wawancara Saya Ikhsan kepada Seorang Supranatural yang Sudah Ritual di pesarean Eyang Djugo di Gunung Kawi Malang)

Pertama kali dipublikasikan di status Whatsapp pada tanggal 9 Agustus 2022 pukul 15.57 WIB

[09/08/2022; 15.57]



BAGIAN I:


[9/8 15.57] Ikhsan,penyair Pinggir X:

Gelegar Pesarean Eyang Djugo di gunung Kawi Malang tak hanya membangkitkan jiwa rakyat jelata yang haus karena kekeringan, tetapi juga mampu mengetuk kalbu Kang Dirjo (nama samaran) yang sudah lama menggeluti dunia paranormal dan supranatural.

Di usianya yang beranjak senja di tahun 2022 ini Kang Dirjo masih berapi-api menuturkan kisah-kisah silam dari yang temaram hingga yang cemerlang.


[9/8 16.02] Ikhsan,penyair Pinggir X: 

Hari itu adalah hari baik bagi Kang Dirjo.

Beliau mengajak kedua kawannya yang juga sekian lama pingin berdoa di Pesarean Eyang Djugo. Gayung bersambut, dua kawannya yang sekian lama dilanda kemiskinan menerima ajakan dengan hati berbunga-bunga. Berharap banyak kejatuhan buah Dewandaru dan daun Dewandaru dari pohon yang berdiri tegak mengiming-imingi setiap peziarah. 

Kang Dirjo yang lihai menyetir mobil ini mengusung dua kawannya ke Gunung Kawi dengan kecepatan yang tak normal.


[9/8 16.17] Ikhsan,penyair Pinggir X: Sesampai di parkiran Eyang Djugo Gunung Kawi dengan langkah tergopoh-gopoh kang Dirjo melintasi beberapa rumah penduduk di kiri kanan jalan menuju pesarean. 

Tak lupa juga tiga sosok manusia ini membeli bunga dan dupa untuk ritual di pesarean Eyang Djugo.

Biasanya para peziarah membeli bunga satu bungkus untuk satu porsi peziarah.

Namun bukan kang Dirjo kalau nggak pintar ngakalin. Dari Dulu kang Dirjo memang cerdas, pintar, dan banyak akal.


[9/8 16.20] Ikhsan,penyair Pinggir X: Beliau cukup membeli sebungkus bunga lalu dibagi menjadi tiga bagian. Tiap bagian dibungkusin sendiri-sendiri dengan daun pisang.


[9/8 16.27] Ikhsan,penyair Pinggir X: Huhhh..., busyett bangettt kang Dirjo ini.

Kok melas banget.

Pandainya super ngirit.

Dua kawannya ibarat "wong lara golek tamba" sudah tak kuasa lagi menikmati hijau, biru, merah, oranye, dan kuning di langit gunung Kawi. Apalagi kalau bukan kemiskinan yang menutupi panorama kemolekan gunung Kawi. Angannya dibayang-bayangi nafsu pingin dapet rejeki nomplok. Konon kabarnya ketiban rejeki nomplok di makam Eyang Djugo itu hanya ditandai dengan kejatuhan buah dewandaru dan daun dewandaru.

[9/8 16.31] Ikhsan,penyair Pinggir X: Udah nggak sabar lagi rasanya. Dua kawannya juga pingin dapet nomer togel dari pohon Dewandaru. Maklumlah puluhan tahun silam juga marak togel yang mengelilingi kehidupan dua kawan tersebut. Sebut saja dua kawan itu Ceplot dan Gandrem (nama samaran).



BAGIAN II:


Tiga pasang kaki anak manusia itu sebut saja kang Dirjo, Gandrem, dan Ceplot benar-benar menginjak lantai di pintu masuk ruang bagian luar pesarean Eyang Djugo Gunung Kawi di malam itu. Sudah tak terhitung berapa banyak para peziarah yang berdesakan. Memang, malam itu adalah malam keramat buat para peziarah. Malam yang memunculkan aura gaib bertabur mistik menyemai nasib hoki. Ini yang dinanti-nanti para pengharap kekayaan melimpah ruah dan keberuntungan. Tak luput dari desakan banyak peziarah yang rebutan untuk segera bisa masuk mendekat ke pesarean Eyang Djugo.

Tapi apa boleh buat di bagian ruang luar dekat pintu masuk sudah penuh sesak orang.

Mimpi-mimpi Gandrem dan Ceplot sebentar lagi terealisasi. Kaya mendadak, hidup enak gelimang harta, dan disanjung-sanjung orang sekelilingnya karena kaya-raya.

Tabir dari kain mistis masih menghalangi semua peziarah meski mereka sudah di ruang pesarean. Juru kunci belum menyingkap tabir rejeki. Peziarah pun harus menunggu datangnya bisikan gaib yang memerintah kapan juru kunci menyingkap tabir rejeki berbuai mistik.


Gandrem dan Ceplot yang pertama kali berziarah tampak takjub dengan orang di sekitarnya. Di kiri kanan Ceplot banyak etnis China. Begitu pula di muka dan belakang Gandrem uyel-uyelan etnis China. Belum lagi aroma kemelun dupa dan semerbak wewangian kembang di genggaman peziarah menambah mistik pesarean Eyang Djugo. Gandrem dan Ceplot semakin yakin akan mimpi-mimpi suci mengakhiri miskin. Aroma kemelun dupa mengubah atma serasa kaya mendadak. Semerbak wewangian kembang menguras khayalan dan derita silam buat Gandrem dan Ceplot.

Pusara Eyang Djugo bagai impian naungan napas kehidupan. Betapa abadi terpendam di jiwa, raga, rasa, dan sukma peziarah.


Tak seberapa lama penantian Kang Dirjo, tiba-tiba tabir mistis tersingkap. "Grudug, grudug.., grudug…, byugg…!!!" suara kaki orang dewasa yang berebut berlari hingga merangsek ke nisan pesarean Eyang Djugo tatkala tabir rejeki kain mistik disingkap. Karpet mewah empuk bagai istana raja menimbulkan suara berat bila diinjak orang dewasa.

Gandrem dan Ceplot ikut gembrudug lalu jongkok hingga merunduk sembah sungkem ke Eyang Djugo. "Byug byug byug" suara riuh tubuh pasrah ambruk dengan penuh rindu mengadu.

Kali ini Gandrem dan Ceplot merunduk-runduk menyembah ke kuburan tua yang menjanjikan berjuta gelimang harta. Entahlah sejak kapan para peziarah pasrah dalam pengharapan di kuburan tua.


Udah lama terlanjur kejerat hutang dan kelilit miskin lagian sepi kerjaan, Gandrem dan Ceplot berharap banyak dari sembah sungkem ke pusara Eyang Djugo. Laksana naungan buaian atma, terkubur impian terwujud keabadian gelimang harta tak putus di setiap detak napas permohonan.

Keduanya komat-kamit mencurahkan segala isi hati. Tak satu pun permintaan terlupa.

Kang Dirjo yang sudah berkali-kali sowan ke pasarean Eyang Djugo kali ini nggak banyak minta sehingga cukup sebentar merunduk-runduk ndlosor (tengkurap). Akhirnya wajahnya diangkat dari lantai kuburan. Hanya wajah kang Dirjo yang mendongak dari semua peziarah dalam posisi merunduk dan ndlosor.

Betapa kagetnya kang Dirjo...., wajah kang Dirjo tepat di belakang orang China yang celana pendeknya melorot. 

Kang Dirjo melihat LISIT lelaki China tampak jelas, burungnya tampak nggelantong gemandhul. "Hummmmmm……, harummm….., rezekiku……" gumam kang Dirjo sembari melotot matanya ke arah lisit dan burung gemandhul pada pantat lelaki China di depannya.

Kali ini kang Dirjo dapet LISIT dan Kang Dirjo pun senyum-senyum manggut-manggut seraya bergumam dalam hati bahwa ini pertanda baik dan rejeki bagiku. "Owh, bahagianya hatiku. Rejekiku nomplok." desir hati kang Dirjo.

Anehnya, tiada seorang pun yang memelorotkan celana pendek lelaki China dewasa tapi ini nyata terjadi. 

Entahlah, kekuatan gaib manalagi yang melakukannya.


Lebih aneh lagi si empunya lisit dan burung ngglantong sangat khusyuk dalam doanya dan sangat mesra berbicara kepada Eyang Djugo.


Sementara beberapa orang China di depannya ada yang ndlosor (tengkurap) sambil meminta-minta Eyang Djugo, Dan beberapa orang China yang lain merunduk sambil menangis minta cepat kaya-raya dan punya penglarisan. 


Begitu pula Gandrem dan Ceplot ulahnya sama dengan orang China di depannya. Kelihatannya Gandrem dan Ceplot tak sadar diri dalam komat kamit dengan isak tangis. Mereka sangat larut dalam lautan munajat di balik temaram malam gunung kawi.

Kabut gunung saksi bisu atas munajat dua anak manusia, Gandrem dan Ceplot. Dinginnya malam itu berselimut kabut gunung sungguh tak mampu mendinginkan impian beserta angan Gandrem dan Ceplot yang terbakar hasrat cepat kaya-raya. Keduanya sudah menceburkan diri ke dalam segara keramat pada kuburan tua. Mereka begitu masyuk dipukul riak gelombang. Deburan ombak sedang memercikkan air kekayaan yang diyakini menaburi nasib hoki. 


Melihat pemandangan aneh dari biasanya, kontan saja kang Dirjo menyenggol Gandrem dan Ceplot untuk melihat lisit di depannya. Tiba-tiba terdengarlah,"Jancuk…, jancuk…., jancuk lisit….., lisit…., lisit…., bau apek apek apeg… , belum apa-apa udah dapet lisit. Huuuhhh…." 

Secepat kilat kang Dirjo membisikki telinga Gandrem,"Hussy, diam…, ini pertanda baik bagi kita. Kelak kedepannya kita hidup bersama orang China dan bisa berbisnis erat dengan konglomerat China. Lisit itu rahasia China. Kalau kita melihat lisit mereka dalam ritual ini berarti kita kelak mendapat rahasia bisnis China."

Kontan saja Gandrem diam seribu bahasa, hanya saja wajahnya berubah menjadi sumringah dan tersenyum. Kang Dirjo pun berucap,"Ehmm, hmmm, sedaaaap haruuuum harum harum."

Kang Dirjo yang pandai meramal dan ahli tafsir wangsit gaib menafsirkan bahwa melihat lisit China dan burungnya nggelantong gemandhul pada saat sembah sungkem dan ritual di pesarean Eyang Djugo terutama sewaktu ritual merunduk ndlosor sebagai pertanda pasti meraih hoki dan kelak bisa bermitra dengan pebisnis China bahkan bisa sehidup semati dengan pebisnis China.


Kini Gandrem dan Ceplot mulai mengerti tafsir wangsit gaib dari apa yang baru saja dilihatnya. Sudah dapet lisit, mereka bertiga tersenyum-senyum.

Mereka pun bergegas meninggalkan pusara Eyang Djugo menuju pohon Dewandaru untuk bertapa sesaat agar bisa kejatuhan buah Dewandaru atau daun Dewandaru yang jatuh sendiri.



BAGIAN III:


Sudah sekian abad pohon Dewandaru masih ikhlas memayungi setiap peziarah yang berteduh di bawahnya. Helai demi helai daun menghapus perasaan gundah-gulana yang mendera para peziarah. Bahkan pohon ini kerap menjatuhkan buah dan daunnya bagi peziarah yang ketiban kemujuran dan keberuntungan.

"Ayo cepat menuju pohon Dewandaru…!!!" pinta Gandrem. Sementara Ceplot masih terbayang-bayang Lisit dan burung nggelantong gemandhul.

"Udahlah, jangan keburu-buru. Kita udah dapet Lisit dan burung nggelantong gemandhul. Itu pertanda baik dan rejeki bagi kami. Lihat saja nanti kita pasti ketiban daun Dewandaru atau buahnya." ucap Ceplot dengan sangat yakin dan percaya diri.

"Kita buktikan saja nanti. Apakah tafsir wangsit gaib dari kang Dirjo bisa kita percaya kebenarannya." celetuk Gandrem setengah ragu.

"Huhhh, kamu. Masih saja ragu pada kehebatan supranatural kang Dirjo." komentar Ceplot.

"Tapi kita harus kejatuhan buah Dewandaru atau daun Dewandaru." kata Gandrem.


"Percayalah kita pasti kejatuhan buah itu atau daunnya. Sebab isyarat baik udah kita terima. Ingat itu… , wangsit gaib udah berpihak pada kita. Bukankah kang Dirjo udah menafsiri wangsit gaib tadi." celetuk Ceplot.


Mereka pun sudah tiba di bawah pohon Dewandaru. Apa boleh buat terali besi yang tegar perkasa membentengi pohon Dewandaru. Siapapun tak bisa menyentuhnya.

Para peziarah hanya bisa berkerumun di samping terali tersebut tapi masih di bawah pohon Dewandaru.

Andai pohon Dewandaru tidak dipagari mungkin saja Gandrem dan Ceplot mencium memeluk erat pohon Dewandaru dan pelukannya lebih mesra dari pelukan istrinya.

Tapi sayang seribu sayang, terali yang kuat, tegar, dan gagah perkasa melindungi pohon Dewandaru dari sentuhan tangan peziarah.


Semua peziarah yang menunggu kejatuhan buah Dewandaru atau daunnya pada duduk-duduk santai di samping terali yang melindungi pohon Dewandaru.

Ada yang sudah seharian penuh tapi belum kejatuhan apapun. Ada yang sudah tiga hari tapi masih nihil. Bahkan beberapa di antara mereka sudah berdiam di bawah pohon Dewandaru selama satu minggu namun masih kosong dari arti.

Tak beranjak dari tempatnya selagi belum kejatuhan buah Dewandaru atau daun Dewandaru.


"Wushhh…, " sepoi angin terasa, makin lama makin bertiup agak kencang dikit di sekitaran pohon Dewandaru. Anehnya, tak sehelai daun yang menancap pada tangkainya enggan bergoyang sedikit pun.

Temaram malam tak kuasa mengusap bayang-bayang derita Gandrem dan Ceplot.

Sesekali Ceplot memandang ke atas. Yang nampak hanyalah awan hitam bergulung-gulung disapu kabut.

Diselingi kelap-kelip bintang di langit gunung kawi menggoda imajinasi Ceplot. Kilauan sinarnya bak pendar-pendar emas, intan, dan permata yang dikejar-kejar tapi masih menggantung tinggi di langit. Maksud hati ingin meraih, apa daya tangan Ceplot tak sampai. Secepat kilat kilauan sinar cemerlang bintang di langit tinggi itu berpindah ke daun Dewandaru. Kini sinar terang daun Dewandaru menerangi mimpi-mimpi suci Ceplot. Ceplot pun sungguh termangu-mangu.

Dingin malam kian menusuk-nusuk kulit tak lagi dirasa. Aduh, rupanya hawa dingin kering cemlekit menandai kemarau begitu panjang yang tak mampu dibelah.

Tapi impian Ceplot tak rapuh sedikitpun.

Sementara kang Dirjo masih asyik membaca-baca mantra-mantra keramat sambil menunggu ketiban rejeki nomplok.

Wajahnya sesekali menengadah ke atas setengah sunyi. Kedua tangannya terangkat ke atas menggapai impian pada malam keramat.

Tiba-tiba terdengarlah,"Dhugh… !!!" suara keras itu terdengar dari kepala kang Dirjo yang terbentur buah Dewandaru masak yang jatuh. 

Buah itu jatuh ke tanah setelah membentur keras kepala kang Dirjo.

Beberapa lelaki China yang berada di dekat kang Dirjo mencoba merebut buah Dewandaru tersebut. Tapi sayang sekali, buah Dewandaru itu berhasil direbut kang Dirjo. Yang ketiban rejeki nomplok adalah kang Dirjo, tentu rejeki itu tak kan lari kemana sekalipun itu direbut orang.


Kang Dirjo tersenyum sambil mengelus-elus dan menciumi buah Dewandaru. Tanpa banyak kata buah itu langsung disantap kang Dirjo. Ohh, manisnya bukan kepalang. Lezatnya merasuk ke sumsum tulang.

Para lelaki China yang berusaha merebut buah tersebut hanya termangu-mangu menatap kang Dirjo makan buah Dewandaru.


"Ah, ini bohong. Lhah wong aku di samping pohon Dewandqru kok bisa kejatuhan buah Dewandaru. Nggak masuk akal. Nggak mungkin ini. Tadi mengenai kepalaku dari samping seperti dilempar orang dari kejauhan. Hahhh, ini cuma akal-akalan orang sini. Jangan-jangan aku kena tipu. Sengaja buah ini dilemparkan orang dari kejauhan. Awas nanti aku tipu sendiri. Jangan coba-coba menipuku." kang Dirjo setengah tak percaya dengan kejadian yang menimpa dirinya diliputi rasa kesal.

Dasar kang Dirjo yang bandel, cerewet, rewel, dan banyak akal masih saja asyik kremas-kremus mengunyah buah Dewandaru meski nggak percaya kalau buah tersebut jatuh sendiri dari pohonnya.


Tak seberapa lama makan buah Dewandaru, kang Dirjo didatangi oleh juru kunci (Kuncen) pesarean Eyang Djugo.

Kuncen tersebut mengatakan bahwa seseorang yang sudah ketiban buah Dewandaru harus melanjutkan ritual khusus ke pusara Eyang Djugo.

Kang Dirjo yang sudah berkali-kali ziarah ke pesarean Eyang Djuga dan berprofesi supranatural ini mengikuti ajakan juru kunci. Kang Dirjo dibimbing juru kunci untuk ritual khusus di pesarean. Di setiap pojok pesarean kang Dirjo diharuskan menyembah-nyembah tujuh kali ke Eyang Djugo. Itu pun berlangsung dengan mengelilingi pusara beberapa kali.


Setelah itu kang Dirjo diminta membayar uang tiga setengah juta rupiah untuk membeli wedhus kendhit sebagai persyaratan selamatan. Saat itu harga wedhus kendhit kecil masih sekitar tiga setengah juta rupiah. Kemudian bulan berikutnya (bulan pertama) kang Dirjo harus membayar uang tiga setengah juta rupiah untuk membeli wedhus kendhit sebagai persyaratan bancaan dan ritual lanjutan.

Kemudian pada bulan kedua kang Dirjo harus membayar uang tiga setengah juta rupiah untuk membeli wedhus kendhit lagi sebagai persyaratan bancaan dan ritual lanjutan.

Berikutnya pada bulan ketiga kang Dirjo harus membayar uang tiga setengah juta rupiah untuk membeli wedhus kendhit lagi sebagai persyaratan bancaan, ruwaran,  dan ritual lanjutan pada bulan ketiga. Pada bulan ketiga inilah rangkaian ritual sudah kelar semuanya.

"Lhoh pak, katanya sumbangan sukarela kok dipatok harus membayar uang tiga setengah juta rupiah. Kok memaksa sih. Kan sukarela, katanya seikhlasnya, seikhlasnya berarti suka-suka saya dong." bantahan kang Dirjo yang mulai jengkel, cerewet, dan rewel.

"Ahhh, ndak bisa. Harus membayar uang tiga setengah juta rupiah untuk membeli wedhus kendhit sebagai persyaratan bancaan dan ritual lanjutan." pungkas Kuncen dengan tegas.

"Saya nggak punya uang sebanyak itu. Ini saja uang seratus ribu rupiah dari saya secara ikhlas sukarela" tawar-menawar kang Dirjo tak terhentikan dan berusaha menipu.

"Wahhh, untuk selamatan dan bancaan kok uang segitu, ya kurang… " jawab Kuncen.

Kang Dirjo dan Kuncen mulai perang kata-kata perihal bancaan. Mereka pun eyel-eyelan, ngotot-ngototan.

"Aku juga supranatural, paranormal. Jangan menipuku. Aku tadi merasakan kamu yang melempar buah Dewandaru, bukan kejatuhan kok. Kalau buah Dewandaru itu jatuh sendiri jelas tidak mungkin mengenai kepala samping dan tidak mungkin arahnya dari samping. Sekarang aku ganti menipu kamu. Rasakan tipuanku." kang Dirjo mulai kesal dan jengkel. Kini kang Dirjo mencari akal dan cara menipu Kuncen.


Tak puas dengan arahan dan permintaan Kuncen, kang Dirjo pamitan untuk kencing ke toilet padahal sesungguhnya beliau tidak kencing.

Kali ini kang Dirjo benar-benar beraksi menipu Kuncen dengan pura-pura ke toilet untuk kencing. Saat itu toilet masih di dekat pesarean Eyang Djugo (letaknya tidak berada jauh di bawah pesarean Eyang Djuga, tidak seperti keberadaan toilet sekarang).

Sambil melihat-lihat sekelilingnya, jangan-jangan ada Kuncen yang mengawasinya, kang Dirjo mulai hati-hati dan waspada keluar dari toilet dan berusaha keluar dari area pesarean Eyang Djugo. Di balik kerumunan dan uyel-uyelan peziarah, kang Dirjo menyelinap di antara peziarah untuk meloloskan diri dari kejaran Kuncen. Kali ini kang Dirjo berhasil menipu Kuncen (Juru Kunci).


Bukan kang Dirjo kalau nggak pandai ngakalin dan mahir menipu orang yang dijebaknya.

Sementara itu Gandrem dan Ceplot yang sudah lama menunggu di bawah pohon Dewandaru tersenyum kegirangan.

"Terima kasih Eyang Djugo, saya sudah kejatuhan daun Dewandaru." ucap Gandrem.

"Lihat tuh serat-serat daun Dewandaru ini kalau dibaca sama dengan angka dua satu. Wah, ini pasti nomor hoki. Nomor keberuntungan yang keluar pada togel nanti. Ayo cepetan beli nomor dua satu biar kita kaya mendadak." celetuk Ceplot.

Dasar Gandrem dan Ceplot yang pikirannya dan jiwa raganya sudah dirasuki nomor togel sejak awal.


"Hei, hei, ayo mulih. Ayo pulang, cepat! cepatlah!" suara panggilan itu mengagetkan Gandrem dan Ceplot yang rembugan bakal beli nomor togel dua satu.

Rupanya suara itu adalah suara kang Dirjo.

"Ada apa kang Dirjo kok mengajak kita pulang."

"Ya, udah. Jangan banyak nanya. Kita ngikut kang Dirjo aja."


Mereka melangkah tergesa-gesa menuju kang Dirjo.

"Kami kejatuhan daun Dewandaru, kang Dirjo." kata Gandrem.

"Wah, hebat tuh. Bisa kaya mendadak." sahut kang Dirjo.

"Aku baru saja berhasil menipu Kuncen. Aku dimintai uang tiga setengah juta rupiah, tapi aku menolak. Ayo cepat keluar dari pesarean Eyang Djugo." cerocos kang Dirjo.

Kang Dirjo mulai meninggalkan pesarean Eyang Djugo. Di perjalanan menyusuri lorong kampung gunung kawi Gandrem dan Ceplot bertemu serombongan orang satu bus yang mereka kenal. Gandrem pun menceritakan daun Dewandaru ke seluruh rombongan bus yang sudah dikenal.

Akhirnya, seluruh peserta rombongan memutuskan beli nomor togel dua satu.

Pagi itu pengumuman pemenang togel tersiar bahwa nomor togel dua satu keluar di urutan pertama. Wah, spontan Gandrem dan Ceplot mendapat uang lebih dari 50 juta rupiah. Waoh, uang yang sangat besar sekali untuk ukuran waktu

itu yang harganya wedhus kendhit masih sekitar tiga setengah juta rupiah.


Gandrem dan Ceplot pulang dari pesarean Eyang Djugo gunung kawi dengan membawa uang 50 juta rupiah lebih.

Sedangkan semua peserta rombongan yang cuma beli nomor togel murahan gara-gara tidak yakin nomor dua satu bakal tembus itu berhasil mengantongi uang 5 juta rupiah per orang.


Di balik derai air mata bahagia dan canda tawa serta sorak-sorai penumpang bus, tiba-tiba terdengarlah,"Dhorrrrrr…..!!!" suara ledakan keras dari bawah bus yang melaju sangat kencang di jalan raya aspal.

Sang kondektur pun mengeluh,"Aduh, ban mbledhos…." 

"Ngene iki gara-gara ditumpaki wong teka gunung Kawi." marah-marahnya kondektur.

"Gara-gara teka gunung kawi ngene iki." celometan kondektur yang menyalah-nyalahkan peserta rombongan gunung Kawi.


"Hmmm…., wong ban mbledhos kok sing disalahno gunung Kawi. Opo hubungane ban mbledhos karo Gunung Kawi? Repot wong situk iku." sewot Gandrem. Sedangkan Ceplot sibuk sendiri menghitung-hitung fulus untuk bayar hutangan dan membeli baju baru buat anak istri.


Peserta lainnya cuek, tidak menggubris ban mletus. 

"Emangnya gue pikirin. Mau ban mbledhos kek, ban muser lah, ban cemetlah. Masa bodoh, ahh. Ndak ada urusan. Itu bukan urusanku. Itu mah urusan kondektur. Kita udah bayar penuh pulang pergi sebelum berangkat ke gunung Kawi. Maunya terima beres sampai rumah." gerutu peserta yang lain. Meski rasa jengkelnya kondektur semakin memuncak, para peserta rombongan bus semakin tidak menggubris.

Mereka asyik menghitung-hitung fulus setelah berperas keringat dan berlelah-lelahan. Sudah waktunya menikmati hasil jerih payahnya dari pesarean Eyang Djugo gunung Kawi.


Dalam pada itu kang Dirjo mendapat telpon mendadak dari pebisnis China. Pebisnis tersebut mengajak kang Dirjo untuk join dalam mendirikan CV. Gandrem dan Ceplot ikut menanam investasi bisnis China. Mereka berdua ikut gabung mendirikan restoran "Chinese Seafood".

Nasib hoki Gandrem dan Ceplot ditandai dengan mendapat lisit dan burung nggelantong gemandhul pada pantat lelaki China saat ritual sembah sungkem merunduk-runduk ndlosor di pesarean Eyang Djugo gunung Kawi Malang. Sekarang tafsir wangsit gaib dari kang Dirjo menjadi kenyataan, Gandrem dan Ceplot mulai hidup bergelimang harta.



~ S E L E S A I ~


TERIMA KASIH


=============================

KOSAKATA

=============================

Beberapa Istilah:

Dapet = mendapat.

Lisit = silit, dubur manusia.

Ngakalin = mengakal-akali.

Pingin = ingin.

Melas = memelas.

Wong lara golek tamba = orang sakit mencari obat.

Gembrudug = berbondong-bondong dengan injakan kaki ke karpet tebal empuk mewah hingga menimbulkan suara injakan kaki.

Sowan = mengunjungi.

Burungnya = penisnya, kelamin laki-laki.

Nggelantong = menggelantung, menggantung pada tempatnya.

Gemandhul = menggandol-gandol.

Ndlosor = merebahkan diri dengan tengkurap, telungkup.

Ketiban = kejatuhan.

Rejeki nomplok = rejeki yang datang melekat kepada seseorang dengan cara tidak diduga-duga.

Wedhus kendhit = kambing hitam semua warna tubuhnya dan bulunya dengan dibalut bulu putih melingkar penuh yang mirip kain putih dari punggung ke lambung secara melingkar penuh.

Mbledhos = meletus dengan keras.

wong situk iku = orang yang satu itu.

Muser = berputar-putar.

Cemet = peyok menipis dan memipih.

Cepetan = cepat-cepat.

Opo hubungane = apa hubungannya.

Ngene iki = begini ini.

Ditumpaki = dinaiki.

Wong teka = orang yang datang dari.

=============================


DAPET LISIT, KANG DIRJO SENYUM-SENYUM.

Karya Ikhsan, S.Pd., M.Pd

(Ikhsan Falihi, Penyair Pinggir Kali)

Diambil dari kumpulan KISAH SUNYI.


DAPET LISIT, KANG DIRJO SENYUM-SENYUM.

Ditulis di Sidoarjo pada hari Senin Wage,1 Agustus 2022.

Peristiwa terjadi pada hari - , sebelum tahun 2010.

Lokasi: Di Pesarean Eyang Djugo Gunung Kawi Malang.

Diambil dari kisah kehidupan tiga anak manusia yang sudah melakukan ritual di Pesarean Eyang Djugo Gunung Kawi Malang. Beliau dengan nama samaran kang Dirjo, Gandrem, dan Ceplot.

(Hasil Wawancara Saya Ikhsan kepada Seorang Supranatural yang Sudah Ritual di pesarean Eyang Djugo Gunung Kawi Malang)


Pertama kali dipublikasikan di status Whatsapp pada hari Selasa Pahing, 9 Agustus 2022 pukul 15.57 WIB.


Dipublikasikan pertama kali di Blogger Ikhsan Falihi http://ikhsanfalihi.blogspot.com

pada hari Sabtu Kliwon, 27 Agustus 2022 pukul 08:21:00 malam hari WIB.


Penulis cerpen ini lulusan S1 (Sarjana) Pendidikan Matematika tahun 2000 dan lulusan S2 (Magister) Pendidikan Matematika tahun 2006

Penulis masih aktif menjadi pengajar matematika dan instruktur matematika.

Penulis adalah cerpenis dan penyair.






All the titles can be read in this link (Click on here)
Daftar semua judul dapat di baca di link sini ( Klik di sini)