Thursday, January 30, 2014
Sprinkling in Silence 6 (Percikan Dalam Kesunyian 6) : Your Nebulous Nightfall (Remang Senjamu)
1/30/2014 11:59:00 PM
Kisah Sunyi
REMANG SENJAMU
Ketika
senja sekitar Kejapanan-Gempol hujan mengguyur segala kehidupan di sepanjang
jalan. Senja berharap semuanya bahagia, tapi kudapati beberapa orang memandang
sinis, harapkan rejeki mengguyur bagai awan berjatuhan di sekitarnya, namun
hampa mereka dapatkan.
Sementara
di dekatku wajah senyum mengikuti irama dangdut yang diputar oleh kru kondektur
bus. Ia tak peduli hutang banyak, bahkan tak peduli problema menyapa, tak
penting memikirkan segala bentuk keruwetan, pokoknya enaknya goyang harus terus
berkelanjutan. Ia nikmati sepuas-puasnya. Tak banyak, hanya segelintir saja. Bersamaan
itu pula aku merasakan lelah, kadang kepala kumiring-miringkan dengan harapan
bisa tertidur pulas selama perjalanan. Sempat kaki kanan kutekuk kuletakkan di
atas kaki kiri mirip orang cangkruk kopi di warung kopi bulek, ramainya musik
dangdut seramai warung kopi bulek sebentar-sebentar mengusik kantuk yang tak tertahankan. Namun, banyaknya penumpang tak sebanyak
hari-hari yang lalu.
Bebeapa
saat kemudian irama dangdut yang mengalun tampak sendu, isi lagunya tentang
kepedihan wanita yang ditinggal kekasihnya. Kulihat di sana lelaki tua tidak
jauh dariku duduk termangu memandang padi-padian sambil meresapi lirik dangdut
bernafaskan kesedihan, entah apa yang ia pikirkan. Tersirat jelas kedukaan
padanya. Kopyah hitam yang ia kenakan meyakinkanku
bahwa ia orang desa terpencil. Baju sederhana yang menempel di kulitnya sesuai
dengan mukanya. Tak butuh teman, tak butuh sapaan. Ia termangu dan bermuram
gundah. Yang kurasa saat itu alunan lirik
dangdut serasi dengan gambaran raut muka wajahnya. Rintik air makin deras tak
sanggup membasahi kepedihan jiwa, bahkan awan makin menggelayut dari angkasa sungguh memantapkan lamunannya.
Entahlah siapa dapat mengeja berapa lama tautan kepedihan bersua buatnya. Derita
tindih menindih dan membias dari lelaki tua. Sesekali geronjal jalan, goncangan
bus, dan suara gaduh membuyarkan imajinasi masa lalu.
Dari
belakangku terdengar si kecil bersuara keras diiringi lincahnya gerakan badan.
Rupanya ia ingin berbagi tawa canda kepada setiap penumpang yang mendengarnya. Ia
mencoba berbicara lantang dan berdiri, duduk, berdiri, jongkok,menggerak-gerakkan
tangannya, menoleh ke kiri ke kanan sambil berbicara pada ibunya. Ingin sekali
keceriaannya dinikmati semua orang. Namun apa daya harapannya tak terwujudkan,
sang ibu memegang tubuhnya kaku keras sambil membentak melarangnya dan marah-marah.
OOOOhhh......, kasihan dia.. bahagianya terenggut seketika. Si kecil cuma diam
seribu bahasa. Ia tak punya kuasa. Lantang suaranya sebagai ungkapan bahagia
terpaksa dipendam. Ia sembunyikan di balik amarah bundanya. Mungkin si kecil tahu
ada duka di sebelah sana tersebar dari muram wajah lelaki tua, wajah yang
menyembul di keremangan senja. Barangkali keceriaan si kecil sebagai pengobat
baginya. Aku pun tak mengerti isyarat baginya. Yang jelas bus melaju makin
kencang mengajak kami semua segera sampai Terminal Purabaya. Deru menderu
bahkan thaaaaaat theeeeeeeeeet thooooooooottt klakson antar bus bersahutan
dengan mobil sesekali menyapu suasana senja. Timbul tenggelam suraranya
mengubah citraan rasa jiwa para penumpang walau sesaat. Remang senja makin mesra
dengan lalu lalang kendaraan. Remang senja sungguh tak kenal kompromi bahkan remang itu harus beredar tanpa komando
hingga menghanyutkan suara si kecil dan lamunan lelaki tua. Seolah remang senja
berkata,”aku tak butuh manusia, manusialah yang harus menyesuaikan kapan aku
beredar.” Wallooohu a’lam.
Kisah
Dari Seputaran Gempol-Kejapanan Pasuruan, Kamis 30 Januari 2014 Sekitar Jam 17:10:30 (Jam 5 sore waktu Kejapanan Pasuruan)
Dari
Kumpulan Kisah Sunyi dengan judul PERCIKAN DALAM KESUNYIAN
Ditulis
oleh Ikhsan,S.Pd.,M.Pd.
Buku
Diary Perjalanan Pulang
Daftar semua judul dapat di baca di link sini ( Klik di sini)