Life is the struggle

The struggle needs the sacrifice of the body, the soul, and everything to actualize the hope, the dream, and the love.
Hidup ini Sebuah Perjuangan.
Perjuangan Perlu Pengorbanan atas Jiwa, Raga, dan Segala Kepunyaan demi Terwujudnya Harapan, Impian, Cita-cita, dan Cinta.

Putaran Kehidupan (Rotation of Life)

Life in the World rightly rotates and Walks; it is certainty.
Kehidupan Dunia Berputar dan Berjalan; ialah Keniscayaan

Jembatan Kehidupan (The Bridge of the World)
Ikhsan Falihi pada Sebuah Jembatan

Andai Jembatan ini adalah Penghubung Tujuan. Niscaya Lautan Luas Ini Adalah KEILMUAN. Ijinkan Kuberpijak dan Kumelalui Jembatan Keilmuan tuk Meraih Keselamatan dan Keberhasilan.

IKHSAN Falihi di Pinggir Laut.
(IKHSAN Falihi On The Seaside)

Andai Lautan Itu Luasnya Rinduku, Maka Bentangan Rindu Tiada Surut. Begitu pun Jua Kalian Puas Melarungkan Berjuta IMPIAN.

Penangkal Covid-19

Makanan Penambah Kekebalan Tubuh untuk Menangkal Covid-19

Thursday, January 30, 2014

Sprinkling in Silence 6 (Percikan Dalam Kesunyian 6) : Your Nebulous Nightfall (Remang Senjamu)


REMANG SENJAMU
Ketika senja sekitar Kejapanan-Gempol hujan mengguyur segala kehidupan di sepanjang jalan. Senja berharap semuanya bahagia, tapi kudapati beberapa orang memandang sinis, harapkan rejeki mengguyur bagai awan berjatuhan di sekitarnya, namun hampa mereka dapatkan.
Sementara di dekatku wajah senyum mengikuti irama dangdut yang diputar oleh kru kondektur bus. Ia tak peduli hutang banyak, bahkan tak peduli problema menyapa, tak penting memikirkan segala bentuk keruwetan, pokoknya enaknya goyang harus terus berkelanjutan. Ia nikmati sepuas-puasnya. Tak banyak, hanya segelintir saja. Bersamaan itu pula aku merasakan lelah, kadang kepala kumiring-miringkan dengan harapan bisa tertidur pulas selama perjalanan. Sempat kaki kanan kutekuk kuletakkan di atas kaki kiri mirip orang cangkruk kopi di warung kopi bulek, ramainya musik dangdut seramai warung kopi bulek sebentar-sebentar mengusik kantuk yang tak tertahankan. Namun, banyaknya penumpang tak sebanyak hari-hari yang lalu.
Bebeapa saat kemudian irama dangdut yang mengalun tampak sendu, isi lagunya tentang kepedihan wanita yang ditinggal kekasihnya. Kulihat di sana lelaki tua tidak jauh dariku duduk termangu memandang padi-padian sambil meresapi lirik dangdut bernafaskan kesedihan, entah apa yang ia pikirkan. Tersirat jelas kedukaan padanya. Kopyah hitam  yang ia kenakan meyakinkanku bahwa ia orang desa terpencil. Baju sederhana yang menempel di kulitnya sesuai dengan mukanya. Tak butuh teman, tak butuh sapaan. Ia termangu dan bermuram gundah.  Yang kurasa saat itu alunan lirik dangdut serasi dengan gambaran raut muka wajahnya. Rintik air makin deras tak sanggup membasahi kepedihan jiwa, bahkan awan makin menggelayut  dari angkasa sungguh memantapkan lamunannya. Entahlah siapa dapat mengeja berapa lama tautan kepedihan bersua buatnya. Derita tindih menindih dan membias dari lelaki tua. Sesekali geronjal jalan, goncangan bus, dan suara gaduh membuyarkan imajinasi masa lalu.
Dari belakangku terdengar si kecil bersuara keras diiringi lincahnya gerakan badan. Rupanya ia ingin berbagi tawa canda kepada setiap penumpang yang mendengarnya. Ia mencoba berbicara lantang dan berdiri, duduk, berdiri, jongkok,menggerak-gerakkan tangannya, menoleh ke kiri ke kanan sambil berbicara pada ibunya. Ingin sekali keceriaannya dinikmati semua orang. Namun apa daya harapannya tak terwujudkan, sang ibu memegang tubuhnya kaku keras sambil membentak melarangnya dan marah-marah. OOOOhhh......, kasihan dia.. bahagianya terenggut seketika. Si kecil cuma diam seribu bahasa. Ia tak punya kuasa. Lantang suaranya sebagai ungkapan bahagia terpaksa dipendam. Ia sembunyikan di balik amarah bundanya. Mungkin si kecil tahu ada duka di sebelah sana tersebar dari muram wajah lelaki tua, wajah yang menyembul di keremangan senja. Barangkali keceriaan si kecil sebagai pengobat baginya. Aku pun tak mengerti isyarat baginya. Yang jelas bus melaju makin kencang mengajak kami semua segera sampai Terminal Purabaya. Deru menderu bahkan thaaaaaat theeeeeeeeeet thooooooooottt klakson antar bus bersahutan dengan mobil sesekali menyapu suasana senja. Timbul tenggelam suraranya mengubah citraan rasa jiwa para penumpang walau sesaat. Remang senja makin mesra dengan lalu lalang kendaraan. Remang senja sungguh tak kenal kompromi  bahkan remang itu harus beredar tanpa komando hingga menghanyutkan suara si kecil dan lamunan lelaki tua. Seolah remang senja berkata,”aku tak butuh manusia,  manusialah yang harus menyesuaikan kapan aku beredar.” Wallooohu a’lam.

Kisah Dari Seputaran Gempol-Kejapanan Pasuruan, Kamis 30 Januari 2014 Sekitar Jam 17:10:30 (Jam 5 sore waktu Kejapanan Pasuruan)
Dari Kumpulan Kisah Sunyi dengan judul PERCIKAN DALAM KESUNYIAN
Ditulis oleh Ikhsan,S.Pd.,M.Pd.
Buku Diary Perjalanan Pulang


All the titles can be read in this link (Click on here)
Daftar semua judul dapat di baca di link sini ( Klik di sini)