Tuesday, February 21, 2017
Sprinkling in Silence 18 (Percikan dalam Kesunyian 18) : Kindness in the Dusk (Kebaikan di Tengah Senja)
2/21/2017 10:00:00 PM
Kisah Sunyi
KINDNESS IN THE DUSK
Written Ikhsan,
S.Pd., M.Pd.
KEBAIKAN DI TENGAH SENJA
Karya Ikhsan,
S.Pd., M.Pd.
Semakin
menua usia sepeda yang kupakai, ia semakin memberikan semangat untuk
mengobarkan perjuangan. ia tahu bahwa perjuangan belumlah berujung, maut belum
menjemput. Karenanya perjuangan harus digelorakan setiap waktu, bahkan harus
istiqomah seperti istiqomahnya percikan air pagi itu yang kerap menghujani
ruang batin manusia yang dosanya hampir penuh.
Beberapa
onderdilnya sudah mulai kreat kreot bila sedikit gundukan jalan diterabas.
Telinga tak kuat mendengar jeritan besi-besi onderdil yang kutumpangi. Pagi itu
pikiranku tebersit ide, saatnya harus dibawa ke reparasi buat sepeda yang rusak
ini. Tapi reparasi mana ya yang pas buatnya. Belum genap seminggu sepeda ini diservis
oleh tukang sepeda tapi mengapa remnya dan beberapa onderdil lainnya masih
nggak nyaman, sama dengan sebelum direparasikan.
Di
tengah kekalutan itu tiba-tiba terlintas pak Paijo. Si tukang reparasi tua yang
rutin menambal sepeda dan membenahi beberapa onderdil yang kurang pas.
Beberapa
lembaran fulus kusiapkan untuk ongkos penggantian onderdil dan ongkos reparasi.
Kuhitung lembar demi lembar fulus itu agar tidak sampai kekurangan. Teringat
kejadian puluhan tahun silam, pernah terjadi di Ketintang Baru kota Surabay.
Sepeda sudah diservis direparasi sepeda lalu tukang servis minta ongkos
perbaikan. Parahnya, ia minta tidak selazimnya, jauh lebih besar dari perkiraan.
Walhasil, aku hanya bisa menyerahkan uang yang masih kurang dan KTP beserta Kartu
Mahasiswa yang masih berlaku untuk jaminan. Nanti kalau sudah membawa uang
sebesar yang diinginkan KTP dan Kartu Mahasiswa bakal dikembalikan.
Peristiwa
ini tak luput dari ingatan. Rasanya masih trauma dengan hal ini, kali ini aku
gak mau ketimpa hal itu lagi. Lebih baik kusiapkan lembaran fulus berlebih.
Kudatangi
sang penyervis sepeda.
“Permisi,
pak Paijo, Saya mau menyerviskan sepeda ini kabel rem dan onderdil untuk rantai
gak enak. Apakah Bapak bisa menyervisnya?”
Beliau menjawab,”Ya. Bisa.
Aku
balik menanyai,”Apakah bisa kutunggui?”. Jawabnya,”Ya. Bisa ditunggui. Bisa
ditinggal.” Saya pun cepat menyahut,”Lho ya kutunggui saja pak Paijo. wonk
nanti mau saya pakai.”
“Apanya
yang rusak?” tanyanya. “Ini lhoh…. remnya minta ganti, kabelnya minta ganti,
dan rantainya terasa gak enak.”
Penjelasanku
nyerocos panjang lebar. Trauma dengan reparasi sebelumnya yang sama sekali gak
sanggup memperbaiki sepeda. Masih ada kekhawatiran di benak jangan-jangan pak
Paijo ini seperti reparasi sebelumnya. Aku pun mengurai beberapa kerusakannya
dan segera minta ganti onderdil baru.
Beliau
cepat-cepat menjawab,”Aku nggak bisa kalau kamu ajari.” Aku kaget dengan
jawaban si tukang reparasi ini. Aku terdiam. Beliau bertanya,”Mintamu kan yang
penting enak. Kalau penjelasanmu panjang lebar aku malah gak ngerti. Ya udahlah
, yang penting nanti enak dipakai kan. Kalau itu yang kamu minta aku bisa.”
Aku
pun terpaksa mengiyakan. “Ya, Pak Paijo. Yang penting nanti enak dipakai.”
Perasaanku
mulai was-was walau kuserahkan sepedaku padanya dengan penuh keterpaksaan.
Kekhawatiranku semakin terasa, namun aku berusaha menghilangkannya. Yaaah…..
biarlah kuberikan kesempatan padanya untuk memperbaikinya. Kalau toh nggak
beres, dia nggak becus ya apa boleh buat cari reparasi lainnya. Kali ini aku
berlatih apapun itu keadaannya harus bisa dibuat enak dirasa. Kucoba itu.
Beliau
mulai memegang kunci, baut, dan beberapa kunci. Tak lama kemudian, thag thog
thag thog beliau kerja. Aku di depannya. Mungkin beliau bingung melihat aku
tidak duduk di kursi yang disediakan. “Silahkan, duduk di kursi itu. Jangan di
situ.” tegurnya. Aku pun mengikutinya.
Terbayang
di benakku, si reparasi ini sudah belasan tahun silam menjalani kehidupan
begini, usia yang makin menua, tampak makin senja tak pernah menyerah dalam
kehidupan. Semangat kerja keras ia gelorakan. Ia sambut rejeki kehidupan dengan
memukul-mukulkan besi tua pada setiap sepeda yang sempat berlabuh padanya. Tak
terhitung lagi berapa ban sepeda yang sudah dielus-elus demi fulus agar terus
menerus menyubur dan mengucur.
Tetapi
pikiran ini tak bisa dipungkiri, sejatinya aku ragu pada pak Paijo. Berbekal
ilmu yang sudah sekian lama kudapat dari para tukang reparasi sepeda mereka
semua kalau menyervis sepedaku pasti jurus ampuhnya adalah ini harus ganti
onderdil baru. Jurus itulah yang kupakai kali ini pak Paijo nggak mempan dengan
jurus andalan reparasi kondhang. Pak Paijo kebal dengan semua penjelasanku mengenai
semua onderdil sepeda yang pernah kudapatkan dari deretan reparasi professional.
Sungguh aku hanyut dalam lamunanku. Benarkah pak Paijo sanggup mereparasi
sepedaku. Ada kesal sedikit, sudah kuberi tahu malah ngeyel. Malahan nggak mau mengganti
onderdilnya. Baiklah aku turuti aja apa maunya.
Tak
berapa lama beliau berdiri lalu memasukkan kunci-kunci ke kotaknya. Beliau
berkata,”Ya, sudah. Ini sudah. Selesai, bisa dicoba.” Ternyata, aku periksa
yang rusak tadi kini semuanya sudah beres, bisa dipakai tanpa mengganti
onderdil sedikit pun.
“Pak
Paijo berapa ongkosnya?” tanyaku. “Empat ribu rupiah.” jawabnya. Aku
terperanjat. Benarkah pak Paijo.
“Berapa pak Paijo?” tanyaku untuk meyakinkan
diriku khawatir telingaku yang salah dengar. “Empat ribu rupiah.” jawabnya.
Rupanya
Pak Paijo mengajariku kalau memang onderdil itu masih layak dipakai walau
tampak tidak baru mengapa harus diganti. Haruskah memperbaiki yang rusak dengan
mengganti yang baru?
Ya
Tuhan, ternyata yang kuduga tadi tidaklah demikian, kali ini masih ada kebaikan
di tengah senja yang engkau tampakkan. Nikmat mana lagi yang harus kudustakan?
Sesungguhnya aku hanyalah satu titik kecil di ruang kehidupan yang lemah tiada
berdaya di antara ruang-ruang rahasia kehidupan.
Ya
Tuhanku, daku tak sanggup menduga apalagi membaca rahasia kasihmu. Kasih dan
sayangmu Engkau tabur pada manusia yang tak pantas dipandang bagi manusia
terpandang.
Mungkin
kali ini Pak Paijo telah beroleh luberan kasih-Mu sehingga beliau sanggup
menuntunku akan kejujuran dalam melayani umat, bukan kepalsuan demi ambisi
harta dunia dengan kedok keprofesionalan.
S E L E S A I
TERIMA KASIH
=============================
Beberapa
Istilah:
Diterabas
= diterjang
Ketimpa
= terkena derita
fulus
= nuqud = dhuwit = dhuit = uang
kreat
kreot = bunyi onderdil sepeda yang rusak atau sudah using.
menyervis
= memperbaiki sepeda karena onderdilnya rusak atau mengganti onderdil using
dengan onderdil baru.
=============================
KEBAIKAN
DI TENGAH SENJA
Karya Ikhsan, S.Pd., M.Pd.
Diambil dari kumpulan KISAH SUNYI.
KEBAIKAN
DI TENGAH SENJA
Kisah yang tercipta dari
kehidupan nyata rakyat Surabaya.
Kejadian di Surabaya, Senin 20
Februari 2017
Ditulis di Surabaya,
Selasa 21 Februari 2017
Dipublikasikan pada hari Selasa 21 Februari
2017
Penulis cerpen ini lulusan S1 (Sarjana)
Pendidikan Matematika tahun 2000 dan lulusan S2 (Magister) Pendidikan Matematika tahun 2006
Penulis juga seorang
Pengajar, Cerpenis, dan Penyair
Friday, February 10, 2017
Verses of Eternal Love : Syair Keabadian Cinta
2/10/2017 07:22:00 AM
Bisik Batin
VERSES OF ETERNAL LOVE
Written by Ikhsan, S.Pd., M.Pd.
SYAIR KEABADIAN CINTA
Gubahan Ikhsan,
S.Pd., M.Pd.
Sengaja
menjajar kata-kata
agar
berasa dan bertahta
pesona
syair keabadian cinta
pada
kilauan dunia nyata
karena
ini bukanlah dusta
bukan
pula suara derita
namun
ialah penghibur bertitah
dan
penyejuk nasehat kata
kapan
datangnya cinta sejati?
semua
orang akan mengerti
jawaban
yang benar pasti
sejak
lahir hingga mati
ketika
manusia dalam balutan
cinta
yang tiada rentan
maka
ada kebahagiaan bertautan
menghapus
segala raga kepenatan
Cinta
sejati, siapa pemberinya?
Pasti
tuhan yang Mahakaya
bukan
pangeran bukan saya
bukan
raja bukanlah sahaya
Cinta
sejati teruntuk ilahi
bukan
teruntuk kekasih dinikahi
karena
dorongan nafsu birahi
yang
selama ini merusuhi
Walau
debu-debu jalan
menaburi
cinta dengan pelan
terlihatlah
cinta seterang rembulan
sekalipun
gelap malam menelan
mengapa
cinta menjadi lahan
pelampiasan
dirasuki nafsu tipuan
dari
manusia yang ditahan
oleh
ambisi harta murahan
Aku
bercinta kerana hakikat
Bukan
kerana tingginya pangkat
yang
cuma sekejap melekat
lalu
lepaslah tali pengikat
Duhai
cinta, abadilah selalu
walau
padamu tersayat sembilu
usahlah
pergi karena malu
Usahlah
hilang karena pilu
Putihlah
cinta pada jiwa
mengalir
bebas seperti nyawa
hidup
menyatu laksana hawa
menghapus
lara raga tua
Meski
raga makin rapuh
secercah
cinta masih ampuh
jangan
pikirkan bisa lumpuh
walau
zaman berubah menyepuh
Tak
lapuk oleh waktu
tak
remuk oleh batu
kerana
Tuhan telah membantu
mengatur
keabadian cinta bersatu
S E L E S
A I
TERIMA
KASIH
=============================
Beberapa Istilah:
=============================
SYAIR KEABADIAN CINTA
Karya
Ikhsan, S.Pd., M.Pd.
Diambil
dari kumpulan KISAH SUNYI.
SYAIR KEABADIAN CINTA
Diambil
dari kisah kehidupan rakyat desa
Lokasi
Peristiwa : Sepanjang perjalanan kehidupan.
Kejadian
: Sepanjang perjalanan kehidupan.
Ditulis
di Sidoarjo-Gresik-Surabaya,
Senin 26 Desember 2016 sampai Kamis 9 Februari 2017
Dipublikasikan
pertama kali pada hari Jumat 10 Februari 2017
Penulis cerpen ini lulusan S1 (Sarjana)
Pendidikan Matematika tahun 2000 dan lulusan S2 (Magister) Pendidikan Matematika tahun 2006
Penulis masih aktif sebagai dosen
matematika di perguruan tinggi swasta.
Penulis masih aktif menjadi instruktur
matematika di Ma'had
Tahfidzul Qur’an setingkat SMP/MTs - SMA/MA.
Penulis masih aktif menyusun syair.
Daftar semua judul dapat di baca di link sini ( Klik di sini)