Friday, November 16, 2012

Sprinkling in Silence 5 (Percikan Dalam Kesunyian 5) : Inclined Food Stall on the Riverside 2 (Warung Doyong Pinggir Kali 2)


Apa kabar adik-adik?  Kali ini aku menghiburmu dengan sebuah kisah nyata yang kuambil dari perjalanan kehidupan anak manusia yang penulis saksikan langsung. Simak judul dan ceritanya dengan baik-baik yaa.
Warung Doyong Pinggir Kali
                                                Serial Kisah Sunyi
Percikan dalam Kesunyian
Seri 2 
Written and Arranged by Ikhsan, M.Pd.


Warung Doyong Pinggir Kali
Seri 2
       Ote-ote hangat, tahu isi mi wortel, telo goreng tetap nangkring di sana. Ote-ote hangat sehangat pemikiran embah Emah semakin mampu menghangatkan semangat hidup warga sekelilingnya. Tahu isi wortel mie mengajak pengunjung warung doyong berlama-lama bercengkrama di sana. Ia  setia menemai rakyat jelata di saat  kelelahan dan keletihan minta segera berakhir jua. Telo goreng hangat gurih medhuk mengingatkan akan derap langkah pangeran diponegoro, kelihaian panglima besar jendral soedirman, embah Soekarno, embah Soeharto dalam merintis kehidupan yang bebas dari benteng penindasan, hanya dengan ubi jalar pengganjal perut mereka kongkritkan kemerdekaan seluruh nusantara.
        Warung doyong hanyalah gubuk reyot namun indah dalam perjalanan kehidupan anak manusia. Biarpun kayunya rapuh dimakan usia ia tetap menancap kokoh menghunjam ke tanah, ia istiqomah menyanggah atap-atap bolong-bolong. Tak begitu tinggi ia menjulang sembari mendoyongkan kewibawaan bangunan ke sungai. Sungai yang sekian lama dari jaman rekolo bendu hingga kini menghidupi warga kota pahlawan. Airnya diambil, jutaan liter disaring lalu menyirami tanda-tanda kehidupan warga dan begitu seterusnya.
        Meski musim silih berganti warung doyong makin merundukkan wajah ke aliran sungai. Ia makin tunduk dan tawadhu akan tenangnya aliran air seolah mengingatkan semua orang nongkrong di sana agar mereka tunduk dan tawadu pada aturan-aturan dogmatis yang telah dibuat oleh penguasa langit di atas langit.
Embah Emah yang sehari-harinya tak lupa dengan baju sewek parang dengan paduan atasnya khas ala jawa tempoe doeloe, rasanya membeber masa-masa laluku saat kecil di desa. Beliau mirip embah Doweh yang dulu di kampong halamanku. Ah benar juga, embah Doweh dulu setia menyapaku bahkan sesekali menjewer telingaku manakala aku kejar-kejaran sesama teman semasa kecilku. Bagaimana tidak jengkel wonk enak-enak tidur siang usai menghimpun ranting-ranting jati di hutan koq aku dan teman-temanku tepuk tangan ramai sorak-sorai kegirangan sambil kejar-kejaran di sekitar rumahnya. Yaaahhhhh……, embah Doweh benar-benar tak jauh beda dengan embah Emah.
Tak lupa dengan kebiasaannya, Embah Emah tampak lincah memainkan tangan-tangannya. Tangan-tangan tua itu sedikit gemetaran menata meja mumut-mumut dengan rapi. Ote-ote, tahu isi wortel mie, dan telo goreng berbaris rapi di atas meja, mereka memang sengaja dibariskan embah Emah seperti sang guru membariskan anak-anak kecil, barisan itu membentuk shaf-shaf melingkar. Semua itu memudahkan para penikmat warung doyong pinggir kali....
(bersambung, nantikan seri 3)
Nantikan seri berikutnya………….


Lokasi Cerita di Tepi Sungai Simowau v Karangpilang
Simowau (Tepi Sungai Karangpilang), Sepanjang, Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia
5 Juli 2011
Disusun dan Ditulis oleh Ikhsan, S.Pd.,M.Pd.


All the titles can be read in this link (Click on here)
Daftar semua judul dapat di baca di link sini ( Klik di sini)